kOMPAS.com - Membangun pernikahan harmonis adalah impian
setiap pasangan, tapi sekaligus menjadi tantangan seumur hidup. Sama
seperti usia biologis manusia, pernikahanpun ada fase atau tahapannya.
Memahami perbedaan fase-fase dalam pernikahan akan membantu kita
membangun hubungan yang lebih sehat dan berkualitas.
Ada 7 fase atau tahapan pernikahan yang perlu kita pahami untuk menghasilkan hubungan yang lebih harmonis
Tahap 1 : Passion/Gairah
Ini
adalah tahap bulan madu, 0-2 tahun. Masa ini rasa saling tertarik
begitu kuat menyatukan Anda dengan pasangan. Rasa tertarik ini membawa
kita menuju komitmen untuk saling berbagi. Tapi tahap ini umumnya sangat
pendek, sekitar 2 tahun. Setelah itu sebagian pasangan mulai merasakan
kehilangan daya tarik ‘magis’ tersebut.
Pada tahap ini, gairah
sangatlah kuat seperti sebuah gelombang perasaan yang amat menyenangkan.
Sampai-sampai dunia ini serasa milik berdua. Persis seperti pertama
jatuh cinta dan pacaran. Pada tahapan ini, intimasi mulai terbangun,
demikian juga saling menghormati satu sama lain.
Tahap 2 : Realistis
Pada
tahap ini, bulan madu mulai berakhir. Masing-masing mulai realistis
melihat keadaan pasangan dan menatap masa depan. Mulai muncul kekecewaan
karena menemukan bahwa pasangan banyak kekurangan yang tadinya tak
terlihat. Misal, Anda mulai menemukan istri lupa merapikan dapur atau
tidak menurunkan tutup toilet dengan baik. Anda menemukan pasangan malas
mandi atau sembarangan menaruh barang.
Kekecewaan mulai menumpuk
di hati anda. Inilah permulaan konflik yang tak terhindarkan. Pada masa
ini, Anda berdua perlu belajar untuk menerima pasangan apa adanya.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Butuh mengembangkan kasih
dan penerimaan tak bersyarat. Buahnya ialah tetap bisa respek meski
menemukan kelemahan pasangan.
Sikap lain ialah, Anda perlu
belajar mengkomunikasikan secara asertif perasaan sebenarnya.
Menyampaikan hal yang anda inginkan dari pasangan. Sambil belajar
berempati dan mendengarkan kebutuhan terdalam pasangan. Ini menciptakan
fondasi yang kuat, dengan saling mendukung di tahun-tahun yang mulai
sulit membangun intimasi
Komunikasi asertif adalah menyampaikan
perasaan sesungguhnya, terutama emosi negatif tanpa menyerang mitra
bicara. Sebagian kita, umumnya segan menyatakan perasaan seperti marah,
sedih dan kecewa, lalu memilih menekan/ menyimpannya
Memendam
emosi seperti marah dan kecewa apalagi dalam waktu lama hanya melukai
diri sendiri. Tak ada yang salah dengan kesedihan atau kemarahan asal
ada alasan dan menyampaikan dengan cara yang tepat. Sampaikanlah
kemarahan dengan ekspresi, pilihan kata yang tepat dan pada waktu yang
tepat.
Misal: “Pa, boleh kita membicarakan sesuatu yang penting diantara kita, kapan waktu yang enak buat Papa?”
Contoh marah asertif: “Pa, saya kecewa dan merasa marah karena Papa lupa kemarin saya ulangtahun…”
Bandingkan marah yg provokatif: “Itulah, emang sifat Papa itu egois selalu lupa sama istri. Kau tak pernah peduli ulang tahunku”
Marah
asertif membuat kita lega, karena tidak perlu menekan kemarahan. Tapi
tanpa perlu menyerang pribadi pasangan kita. Komunikasi tetap terjaga
baik
Tahap 3: Pemberontakan
Pada tahapan
ini pasangan anda mulai kangen dengan teman-temannya. Istri Anda mulai
sering arisan atau sekedar reunian. Suka berlama-lama nongkrong dan
belanja di mal. Sementara suami Anda lebih memilih asyik dengan
hobinya. Ada yang suka memancing, tak sedikit menghabiskan waktu untuk
berolahraga usai kantor. Tak sedikit tiba di rumah malah asyik chatting.
Kadang tiba sampai rumah sudah larut malam tanpa kirim kabar dan tanpa
rasa bersalah. Anda mulai jengkel, karena merasa pasanganmu sudah
berubah, cuek.
Sama seperti remaja puber yang ogah jalan dengan
orangtuanya, si istri ingin jalan-jalan ke mal tapi sang suami memilih
bermain badminton dengan konconya. Yang paling berat ialah saat
masing-masing dari mereka ingin membangun karier sendiri. Istri mulai
merasa tidak puas hanya di rumah mengurus anak. Gengsi hanya menerima
uang bulanan dari suami. Istri mulai usaha dan punya uang sendiri, mulai
timbul perasaan disaingi.
Karena sudah punya karier dan uang
sendiri tanpa disadari dan tak terhindarkan suami merasa istri mulai
mendominasi percakapan. Mulailah saat bertempur atau konflik. Cinta di
tengah situasi ini makin tak mudah. Seiring bertambahnya umur, alih-alih
mengalah malah keduanya merasa diri benar, dan menuding pasangannyalah
yang salah. Menyalahkan pasangan sebagai penyebab rumahtangga tidak
bahagia.
Perasaan tersinggung makin menumpuk, dan mulai cenderung berpikir negatif terhadap pasangan. Mind-reading atau membaca pikiran suami. “Jangan-jangan dia sudah …..”
Akibatnya,
semua yang baik daripasangan tidak terlihat, semua jadi negatif.
Mulailah masing-masing menutup diri, marah jika dikritik pasangan
Tahap
ini bagaimanapun tak terhindarkan. Di masa ini anda perlu mempelajari
seni mengelola konflik. (Baca buku Ketrampilan Perkawinan)
Seringkali
masalah timbul karena isi dari konflik itu sendiri. Sumbernya justru
karena punya kemarahan tersembunyi dan sudah merasa frustrasi terhadap
pasangan. Inilah yang membuat perasaan anda menjadi negatif meski
pasangan berbuat baik.
Untuk menunjukkan kemarahan anda memilih
dengan tindakan yang berlawanan dengan keinginan pasangan. Misal, suami
anda minta hemat ehh Anda malah boros. Istri anda minta anda
setia ehhh andanya malah selingkuh. Diam-diam Anda pindah kerja. Ini
bisa menjadi awal petaka perkawinan termasuk perceraian.
Tahap 4: Kerjasama
Sementara
pernikahan mengalami progres dia juga menjadi semakin rumit. Karier
menanjak, rumah bertambah besar, komitmen personal bertambah dalam
dengan munculnya anak-anak.
Dalam tahap kerjasama, pernikahan
membutuhkan sifat seperti bisnis. Singkirkan dulu semua cinta-cintaan,
emosi, dan hal-hal realisasi pribadi. Ada biaya-biaya bulanan yang harus
dibayar, investasi untuk diurus, kesehatan untuk diperhatikan, dan yang
terutama, biaya anak-anak sekolah.
Tahap 5: Reuni
Jika anda memiliki anak-anak, tahap kerjasama ini bisa berlangsung 10-20 tahun, dan akan menghilang tiba-tiba. Komitmen parenting
akan berkurang, masalah finansial stabil, karir sudah diset, dan
tagihan apapun bisa dibayar. Lalu bagaimana? Untuk pasangan yang
bahagia, ini adalah saatnya untuk saling mengapresiasi satu sama lain
kembali. Bukan sebagai orangtua atau penyedia, tetapi sebagai kekasih
dan sahabat. Capailah tahap ini untuk kedamaian, kebahagiaan dan
rekonsiliasi.
Semua itu terdengar indah tetapi seringkali sulit
untuk dicapai. Api gairah harus distok ulang; kekecewaan serta jarak
dari usia paruh baya harus diatur; peran dan ekspektasi dari pernikahan
butuh untuk dibangun ulang.
Tahap 6: Ledakan
Pencetusnya
ialah hilangnya pekerjaan, masalah kesehatan, atau perpindahan ke kota
yang baru. Bisa jadi adanya masalah finansial, penyakit, hingga
meninggalnya orangtua. Ini terjadi selagi anda menjalani hidup paruh
baya dan menuju usia lansia. Dalam tahap ini, antara anda atau pasangan
akan berhadapan dengan kejadian-kejadian besar yang dapat mempengaruhi
hubungan Anda selama sehari, setahun atau seumur hidup. Sementara keenam
tahap lainnya cenderung untuk muncul secara berurutan, tahap ledakan
ini dapat terjadi kapan saja dalam masa pernikahan Anda. Terutama di
usia 40 hingga 50 tahun.
Ketika dihadapkan dengan krisis pribadi,
pernikahan justru dapat menjadi sumber penghibur. Sebaliknya bisa juga
menjadi sumber ketakutan yang baru. Tugas melewati tahapan ledakan ini
adalah: hadapi dengan sebaik-baiknya tantangan dan perubahan hidup yang
ada. Jaga diri agar tetap bahagia dan sehat, tidak ditentukan situasi
sekitar. Pernikahan tetap bisa menjadi sumber kebahagiaan setiap hari,
asalkan anda cakap mengelola stres.
Tahap 7: Penyempurnaan
Survey
menemukan bahwa kebahagiaan pernikahan muncul setelah beberapa dekade,
melewati jalan panjang. Kebahagiaan memang bukan tujuan pernikahan.
Kebahagiaan dikaruniakan di tengah perjalanan pernikahan. Setelah
melewati pelbagai suka dan duka, untung dan malang. Dengan bertambah
besarnya anak-anak dan pasangan sudah mengenal diri masing-masing maka
makin bisa menikmati pernikahan. Setelah tinggal bersama sekian lama
dapat mentolerir sikap, dan memahami kebutuhan masing-masing. Dalam
tahap penyempurnaan ini saling “mengenal” satu sama lain menjadi kunci.
Penting
pula diingat, jika ingin tetap bahagia jangan sampai anda kehilangan
sifat kekanak-anakanberapapun umur dan berapapun banyak keriput yang
anda miliki. Belajarlah humor dan bercanda hingga di usia senja.
Mempertahankan
cinta sepanjang kehidupan menjadi kunci untuk menikmati hubungan yang
penuh berkat. Meski banyak pengalaman buruk di masa lalu, hiduplah
dimasa kini, dan bukan di masa lalu. Tak ada pasangan yang sempurna.
Setiap pasangan dipanggil saling menyempurnakan sampai ajal memanggil.
Penutup
Membangun
pernikahan yang sukses adalah tantangan seumur hidup. Mengerti fase
pernikahan yang berbeda dapat membantu anda membangun hubungan yang
lebih kuat dan lebih baik.
Diskusi:
1. Hal baru apa yang Anda dapatkan dari bacaan ini?
2. Anda sedang berada pada fase mana?
3. Masalah apa yang sedsng anda hadapi saat ini dengan pasangan?
4. Komitmen apa yang anda ambil untuk memperbaiki keadaan?
Bacaan disarikan dari
* http://www.readersdigest.ca/health/relationships/7-stages-marriage
댓글 없음:
댓글 쓰기